Suatu hari di sebuah antrean yang
cukup panjang.
“Antreannya lumayan panjang ya”
kata seorang pria di sebelahku berbasa-basi.
“Iya nih, pasti lama” jawabku
berbasa-basi pula.
“Ah waktu itu gak terasa kok, kita
saja sudah setua ini gak terasa kan?“ seketika pertanyaan itu seolah mengingatkanku
kalau aku sudah berumur 40 tahun.
“Iya ya, sebenarnya masih banyak
yang ingin aku capai, tapi..” kalimatku terputus, tiba-tiba pikiranku kembali ke 20 tahun yang lalu.
Dulu aku adalah anak muda yang
yakin akan kekuatan mimpi. Aku ingin sekali menjadi seorang penulis. Mengunjungi
toko buku dan melihat sebuah buku dengan namaku di cover-nya adalah impianku. Mendapatkan mention yang berisi twitpic
bukuku dari pembaca yang baru saja membeli karyaku, tidak luput aku bayangkan akan terjadi ketika kelak impianku terwujud. Karena
itu, setiap minggunya akan ada postingan baru di blogku sebagai upayaku
mewujudkan mimpi itu. Buku-buku dari penulis senior pun selalu bertambah di
sudut kamar kost-ku. Menjadi penulis adalah fokusku saat itu.
Usahaku mewujudkan mimpi
sangatlah keras, tapi usahaku menghentikan kebiasaan merokok tidaklah sekeras
itu. Tiap kali menulis, 3-5 batang rokok aku habiskan, tergantung sebanyak apa
paragraf yang kubuat. Belum lagi saat nongkrong bareng teman, hampir semua
temanku juga perokok, bahkan yang bukan perokok pun kebagian asapnya. Teman kan
selalu saling berbagi, termasuk berbagi asap rokok, pikirku saat itu.
Suatu hari, aku mendapati bercak
putih di bagian mulutku. Aku tidak kaget, namanya sariawan kan bisa hilang
sendiri. Tinggal banyakin minum air putih saja juga sembuh, disamping itu rokok
tetap menjadi teman setiaku. Tapi makin hari, bercak itu semakin meluas, lidah,
gusi dan langit-langit mulutku terkena dampaknya.
Mulutku menjadi terasa masam. Dan
aku pikir rasa masam itu biasanya hilang dengan merokok. Bukannya hilang,
penyakit ini malah menjadi-jadi, terjadi perdarahan pada mulut yang tidak jelas
sebabnya. Akhirnya dengan rasa malas, aku paksakan diri untuk pergi ke dokter
sekedar ingin mengetahui penyakit apa yang sedang menerpaku. Kilatan petir
rasanya menyambarku saat dokter bilang bahwa aku menderita kanker mulut. Dengan
rasa sedih yang bercampur kecawa aku tanyakan cara apa yang harus aku lakukan
untuk menyembuhkan penyakit ini pada dokter. Berhentiah merokok, adalah kalimat
pertama yang dokter ucapkan.
Radioterapi dan Kemoterapi yang
berbiaya mahal hingga mengorbankan kendaraan keluargaku, aku jalani demi
kesembuhanku. Ketika dihadapkan pada pilihan kematian atau meninggalkan rokok,
ternyata aku bisa juga berhenti merokok. Perlahan kesehatanku mulai membaik,
walau harus menanggung efek samping dari terapi yang kulakukan. Sakit kulit dan
rambut rontok adalah dua diantaranya. Tapi tak apa, yang terpenting aku masih
bisa kembali mendekatkan diri pada mimpiku lagi, menjadi penulis.
Aku kembali melanjutkan naskah
bukuku yang sempat kutinggalkan. Dan semakin kondisiku membaik, keinginanku
untuk merokok muncul lagi. Aku seolah tidak pernah mendengar apa yang dikatakan
dokter padaku. Kebulan asap kembali menutupi kamar kost-ku. Semakin banyak
paragraf untuk naskah yang kuketik, semakin banyak pula jumlah batang rokok
yang kuhisap.
Dengan tekun akhirnya naskahku
rampung juga. Setelah aku baca ulang, akan kukirimkan naskah ini ke beberapa
penerbit, niatku.
Karena beberapa hari ini waktuku dihabiskan didepan layar laptop sampai waktu tidur pun terpakai, aku
melentangkan badan diatas tempat tidurku hingga terlelap.
Ketika bangun, aku merasa kesulitan
untuk bernafas, suaraku menjadi serak dan darah keluar saatku batuk. Aku sudah
tidak lagi berada di kamar kost, melainkan di rumah sakit. Kuraih cermin yang tak
jauh dari jangkauan tanganku, kulihat ada benjolan pada leherku besar sekali.
Bukan kanker mulut lagi yang aku derita melainkan kanker paru-paru.
"Sekarang aku benar-benar sadar bahayanya merokok,
aku bersumpah tidak akan pernah merokok lagi!".
“Ah sudah terlambat, Zombigaret”
seseorang di sebelahku memotong perkataanku.
“Lho kenapa? Tidak ada yang
terlambat kalo ada kemauan!” kataku tegas.
“Antrean dibelakangmu pada nunggu tuh, ayo maju! Sekarang gliranmu untuk ditimbang amal perbuatanmu semasa hidup dulu.”.
Ngeselin!!! Gak nyangka abisnya gitu-_-
BalasHapusKeren, kak!
Haha sebelum nulis baca bukunya Om Sammy soalnya.. Makasih ya!
HapusNyiptain kesan penasaran untuk baca tulisan itu tips banget, kak. Mampir blog gue juga sesekali, ya. Haha
BalasHapusNah abis itu gimana cara biar yg baca gak nyesel.
HapusUdah kok. Keren, sampe dikomentarin Alit kan? haha