Bagus atau nggak sih membaca
review orang sebelum menulis review sendiri?
Sebenarnya gue gak butuh jawaban
untuk pertanyaaan itu sih, karena gue udah melakukannya, dan menurut gue
sah-sah aja. Malah ada banyak hal-hal yang sebelumnya gue gak tau atau mungkin
gak terpikirkan sekarang menjadi hal yang gue perhatikan. Kalaupun nantinya
review gue ada pengaruh dari review orang lain, ya anggap saja gue turut
mengamini apa yang dikatakan orang itu. Toh ada juga bagian dari review orang
yang gue gak setuju. So, this is my
review about a comedy movie that act by most of Indonesian comics, Comic 8: Casino Kings Part 1!
Film pertama pecah banget—ya,
pecah yang artinya keren atau lucu bukan pecah berarti membeli. Begitu lucu dan
mengagetkan. Bagi gue yang suka sama Stand-Up Comedy kehadiran para comic dalam
sebuah film adalah hal yang menyenangkan, seolah melihat bit-bit mereka lengkap dengan persona dalam karakter yang
diperankan dan tetap dengan ciri khas mereka namun dalam satu kesatuan cerita yang
berdurasi cukup lama. Karena itu main characters yang dipegang 8 comic
masing-masing punya karakter bervariatif dan hal itu yang gue rasa digali oleh Anggy dan Fajar Umbara dalam tiap adegan di filmnya. Babe, Arie dan Ernest yang
menurut gue paling menonjol di film pertama—walaupun kenyataannya
Nikita-lah yang termenonjol, tapi bukan itu yang gue maksud. Sementara yang
lainnya biasa aja kecuali Mongol dan Mudi, agaknya harus ada perbaikan untuk
karakter mereka kedepannya.
Di sekuelnya, Anggy membawa
pasukan comic lebih banyak, diikuti misi dalam ceritanya yang juga lebih besar
dengan set artistik yang edan-edanan. Jangan lupakan juga, kali ini action-nya
lebih gila, gak lagi sekedar tembak-tembakan tapi.. cubit-cubitan. Nggak deh,
kali ini aksi mereka melibatkan beberapa mobil mewah, helikopter dan buaya! Yang
merupakan spesial creature feature
buaya animatronics, itu cukup membuat penonton tetap fokus terhadap alur
cerita bukan malah memperdebatkan “Itu harimau atau kucing garong sih?” atau
“Wah elang bisa dijadiin gojek nih!”, emang sinetron?! Ditambah juga penerapan
efek visual dan CGI yang cukup efektif.
Dibanding film pertamanya, ada
sedikit perubahan dalam line-up comics. Selain menambah lebih banyak comic,
Anggy menarik keluar Mudi dan memasukan Ge Pamungkas. Melihat karakter Mudi
yang selau membawa gitar, agak sulit memang memaksimalkannya karena
mengharuskan ada adegan bernyanyi tiap kali berdialog. Sementara Ge jauh lebih mudah
dikembangkan dan potensial, termasuk karena bakat aktingnya yang terus diasah di
The East Net dan filmnya yang lain Negeri Van Oranje. Hasilnya beberapa scene
yang Ge lakukan berakhir mulus diantaranya saat beradu akting dengan Dea
Ananda, saat ditugaskan Indro warkop masuk sebagai agent dan ketika dia dan Mongol berusaha menjawab sebuah pop quiz
di tengah hutan. Karakter Mongol juga berubah, kini dia gak kebencongan lagi
tapi berdialek Batak, ini jauh lebih baik sih.
Mayoritas yang udah nonton, gue
yakin sepakat bahwa bagian awal film adalah yang terlucu. Sebuah koper besar di
tengah hutan yang perlahan terbuka mengawali film ini, lalu keluarlah Babe yang
ternyata terdampar di sana bersamaan dengan semua comic yang terlibat.
Adegan-adegan konyol cara mereka menghindar dari buaya emang kurang ajar sih,
orang waras mana yang memilih cara menari ular india untuk mengusir kawanan
buaya sambil bilang “Jangan bunuh aku, aku ini juga reptil kok”?! Di scene awal ini puchline datang begitu bertubi-tubi, ibarat materi stand-up, bit awal adalah yang terlucu
atau kedua terlucu agar menarik perhatian audience
sehingga tertarik mengikuti kelanjutannya. Di film ini pun begitu.
Entah gue doang atau nggak, saat
comic-comic selain yang delapan itu mati di awal scene lalu mikir “Lah udah mati
lagi? Bentar doang akting Asep Suaji di film ini”. Tapi ternyata kita memulai
film ini dari tengah, maju kemudian flashback dan bersambung lagi dengan scene penghubung yaitu koper gede di
tengah hutan. Kalau ditanya soal karakter comic lain, gue agak bingung sih
karena gue gak bisa lihat jelas, bisa jadi karena kebanyakan karakter. Awwe
misalnya, dari penampilannya dia terlihat nerd
dengan memakai suspender tapi gak
kelihatan fungsinya untuk apa. Jangankan comic, pemain lain pun (termasuk
cameo) ada banyak. Banget. Terlepas dari itu mereka tetap menghibur kok,
terutama yang keren adalah The Bataks! Suka banget gue sama mereka!
Dari sisi komedi memang jokes-nya on-and-off. Ya komedi itu subjektif, gak bisa kita menghibur semua
orang secara keseluruhan. Tapi dengan jajaran comic yang materinya cukup sering
gue dengar, ada beberapa jokes yang
seharusnya tidak ada di film yang seniat ini. Lalu yang gue sayangkan adalah
sentilan politik dan sosialnya, gue turut mengamini Bapak Hans di Jakarta Post
yang bilang kalo satirnya terlalu tumpul. Kayak bagian Ernest yang bilang “Kalo
mau liat kriminal pergi aja ke Senayan”, hmm...
Ada juga scene yang menampilkan seorang gay (diperankan Isman) yang
ingin diakui teman-temannya tapi sayangnya gak ada kelanjutannya. Padahal di
film pertama sindirannya cukup pas, lho.
Lalu yang jadi pertanyan banyak
penonton sehabis filmnya selesai adalah “Kok dibikin 2 part sih?” Iya, sayang
banget ya, jadinya kayak ada kesan ‘buat ngepasin durasi' gitu gak sih? Tapi
bagaimana pun juga, Comic 8: Casino Kings Part 1 secara visual mengagumkan dengan set
yang begitu mewah, sangat menghibur di scene pembuka, misinya cukup seru untuk diikuti dan teaser yang ditayangkan untuk Part 2 cukup membuat kita layak
bersabar hingga Februari tahun depan. Harapan gue Cuma satu, semoga nasibnya
gak kayak Komunitas StandUp Indo Malang di Liga Komunitas KompasTV. Hehe.
well, aku belum nonton ini film -_-
BalasHapusKalo soal film yg dibikin part 1 dan 2 itu mungkin semacam taktik marketing biar para penonton pada penasaran soal apa selanjutnya di bagian ke 2... jadinya kan banyak yg nonton lagi, begitu mungkin//
Yes, apalagi kalo yg part 2 tembus 1 juta penonton juga. Menang banyak! Tapi ya itu, ceritanya jadi gak terlalu fokus seolah2 buat ngepasin durasi. Padahal ceritanya gak begitu sulit buat diikutin.
HapusMakasih udah baca!