Rabu, 29 Juli 2015

Review Comic 8: Casino Kings Part 1

Bagus atau nggak sih membaca review orang sebelum menulis review sendiri?

Sebenarnya gue gak butuh jawaban untuk pertanyaaan itu sih, karena gue udah melakukannya, dan menurut gue sah-sah aja. Malah ada banyak hal-hal yang sebelumnya gue gak tau atau mungkin gak terpikirkan sekarang menjadi hal yang gue perhatikan. Kalaupun nantinya review gue ada pengaruh dari review orang lain, ya anggap saja gue turut mengamini apa yang dikatakan orang itu. Toh ada juga bagian dari review orang yang gue gak setuju. So, this is my review about a comedy movie that act by most of Indonesian comics, Comic 8: Casino Kings Part 1!


Film pertama pecah banget—ya, pecah yang artinya keren atau lucu bukan pecah berarti membeli. Begitu lucu dan mengagetkan. Bagi gue yang suka sama Stand-Up Comedy kehadiran para comic dalam sebuah film adalah hal yang menyenangkan, seolah melihat bit-bit mereka lengkap dengan persona dalam karakter yang diperankan dan tetap dengan ciri khas mereka namun dalam satu kesatuan cerita yang berdurasi cukup lama. Karena itu main characters yang dipegang 8 comic masing-masing punya karakter bervariatif dan hal itu yang gue rasa digali oleh Anggy dan Fajar Umbara dalam tiap adegan di filmnya. Babe, Arie dan Ernest yang menurut gue paling menonjol di film pertama—walaupun kenyataannya Nikita-lah yang termenonjol, tapi bukan itu yang gue maksud. Sementara yang lainnya biasa aja kecuali Mongol dan Mudi, agaknya harus ada perbaikan untuk karakter mereka kedepannya.

Di sekuelnya, Anggy membawa pasukan comic lebih banyak, diikuti misi dalam ceritanya yang juga lebih besar dengan set artistik yang edan-edanan. Jangan lupakan juga, kali ini action-nya lebih gila, gak lagi sekedar tembak-tembakan tapi.. cubit-cubitan. Nggak deh, kali ini aksi mereka melibatkan beberapa mobil mewah, helikopter dan buaya! Yang merupakan spesial creature feature buaya animatronics, itu cukup membuat penonton tetap fokus terhadap alur cerita bukan malah memperdebatkan “Itu harimau atau kucing garong sih?” atau “Wah elang bisa dijadiin gojek nih!”, emang sinetron?! Ditambah juga penerapan efek visual dan CGI yang cukup efektif.


Dibanding film pertamanya, ada sedikit perubahan dalam line-up comics. Selain menambah lebih banyak comic, Anggy menarik keluar Mudi dan memasukan Ge Pamungkas. Melihat karakter Mudi yang selau membawa gitar, agak sulit memang memaksimalkannya karena mengharuskan ada adegan bernyanyi tiap kali berdialog. Sementara Ge jauh lebih mudah dikembangkan dan potensial, termasuk karena bakat aktingnya yang terus diasah di The East Net dan filmnya yang lain Negeri Van Oranje. Hasilnya beberapa scene yang Ge lakukan berakhir mulus diantaranya saat beradu akting dengan Dea Ananda, saat ditugaskan Indro warkop masuk sebagai agent dan ketika dia dan Mongol berusaha menjawab sebuah pop quiz di tengah hutan. Karakter Mongol juga berubah, kini dia gak kebencongan lagi tapi berdialek Batak, ini jauh lebih baik sih.

Mayoritas yang udah nonton, gue yakin sepakat bahwa bagian awal film adalah yang terlucu. Sebuah koper besar di tengah hutan yang perlahan terbuka mengawali film ini, lalu keluarlah Babe yang ternyata terdampar di sana bersamaan dengan semua comic yang terlibat. Adegan-adegan konyol cara mereka menghindar dari buaya emang kurang ajar sih, orang waras mana yang memilih cara menari ular india untuk mengusir kawanan buaya sambil bilang “Jangan bunuh aku, aku ini juga reptil kok”?! Di scene awal ini puchline datang begitu bertubi-tubi, ibarat materi stand-up, bit awal adalah yang terlucu atau kedua terlucu agar menarik perhatian audience sehingga tertarik mengikuti  kelanjutannya. Di film ini pun begitu.


Entah gue doang atau nggak, saat comic-comic selain yang delapan itu mati di awal scene lalu mikir “Lah udah mati lagi? Bentar doang akting Asep Suaji di film ini”. Tapi ternyata kita memulai film ini dari tengah, maju kemudian flashback dan bersambung lagi dengan scene penghubung yaitu koper gede di tengah hutan. Kalau ditanya soal karakter comic lain, gue agak bingung sih karena gue gak bisa lihat jelas, bisa jadi karena kebanyakan karakter. Awwe misalnya, dari penampilannya dia terlihat nerd dengan memakai suspender tapi gak kelihatan fungsinya untuk apa. Jangankan comic, pemain lain pun (termasuk cameo) ada banyak. Banget. Terlepas dari itu mereka tetap menghibur kok, terutama yang keren adalah The Bataks! Suka banget gue sama mereka!


Dari sisi komedi memang jokes-nya on-and-off. Ya komedi itu subjektif, gak bisa kita menghibur semua orang secara keseluruhan. Tapi dengan jajaran comic yang materinya cukup sering gue dengar, ada beberapa jokes yang seharusnya tidak ada di film yang seniat ini. Lalu yang gue sayangkan adalah sentilan politik dan sosialnya, gue turut mengamini Bapak Hans di Jakarta Post yang bilang kalo satirnya terlalu tumpul. Kayak bagian Ernest yang bilang “Kalo mau liat kriminal pergi aja ke Senayan”, hmm...  Ada juga scene yang menampilkan seorang gay (diperankan Isman) yang ingin diakui teman-temannya tapi sayangnya gak ada kelanjutannya. Padahal di film pertama sindirannya cukup pas, lho.


Lalu yang jadi pertanyan banyak penonton sehabis filmnya selesai adalah “Kok dibikin 2 part sih?” Iya, sayang banget ya, jadinya kayak ada kesan ‘buat ngepasin durasi' gitu gak sih? Tapi bagaimana pun juga, Comic 8: Casino Kings Part 1 secara visual mengagumkan dengan set yang begitu mewah, sangat menghibur di scene pembuka, misinya cukup seru untuk diikuti dan teaser yang ditayangkan untuk Part 2 cukup membuat kita layak bersabar hingga Februari tahun depan. Harapan gue Cuma satu, semoga nasibnya gak kayak Komunitas StandUp Indo Malang di Liga Komunitas KompasTV. Hehe.

2 komentar:

  1. well, aku belum nonton ini film -_-
    Kalo soal film yg dibikin part 1 dan 2 itu mungkin semacam taktik marketing biar para penonton pada penasaran soal apa selanjutnya di bagian ke 2... jadinya kan banyak yg nonton lagi, begitu mungkin//

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, apalagi kalo yg part 2 tembus 1 juta penonton juga. Menang banyak! Tapi ya itu, ceritanya jadi gak terlalu fokus seolah2 buat ngepasin durasi. Padahal ceritanya gak begitu sulit buat diikutin.

      Makasih udah baca!

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung dan baca sampai kalimat ini. Silahkan kembali lagi jika berkenan.