Nyontek itu soal biasa. Ada murid pandai yang mau berbagi jawaban pas ujian, ada juga yang pelit. Biasa. Ada pengawas yang tegas, ketika ngeliat gerak-gerik murid langsung bergegas. Ada juga pengawas yang pura-pura maenin gadget padahal memberi kesempatan murid untuk mencontek. Biasa.
Tapi yang baru saja gue alamin adalah hal yang gak biasa.
Ujian Tengah Semester, saat berlangsungnya ujian gue membebaskan teman gue disamping (kanan-kiri-depan-belakang) untuk melihat jawaban gue sesuka mereka, bahkan sesekali gue berbagi lewat verbal. Saat gue merasa cukup puas sama jawaban gue, lembar jawabannya gue serahkan kepada pengawas. Kalo biasanya setelah nyerahin lembar jawaban, gue langsung bergegas keluar, kali ini nggak. Gue kembali duduk dan memperhatikan suasana kelas.
Ujian Tengah Semester, saat berlangsungnya ujian gue membebaskan teman gue disamping (kanan-kiri-depan-belakang) untuk melihat jawaban gue sesuka mereka, bahkan sesekali gue berbagi lewat verbal. Saat gue merasa cukup puas sama jawaban gue, lembar jawabannya gue serahkan kepada pengawas. Kalo biasanya setelah nyerahin lembar jawaban, gue langsung bergegas keluar, kali ini nggak. Gue kembali duduk dan memperhatikan suasana kelas.
Entah kenapa gue kurang suka sama tampang pengawas saat itu yang cengengesan minta digampar. Dan keinginan gue untuk menggampar beliau makin menjadi ketika gue melihat pengawas itu dengan dinginnya menawarkan lembar jawaban gue ke teman gue yang tengah kebingungan menjawab soal “Belum diisi semaua ya? Mau liat jawaban ini gak?”, awalnya temen gue mengira itu cuman candaan seorang pengawas. Tapi setelah pengawas itu meletakkan lembar jawaban gue diatas mejanya sambil bilang “Udah nih liat aja, gapapa kok”. Teman gue dengan segera memindahkan jawaban gue ke lembar jawabannya. ”Kalo nggak gini caranya kapan selesainya kamu” kata pengawas itu sambil cengengesan.
Beberapa fakta saat ujian berlangsung:
- Ada 3 mahasiswa yang dia (pengawas) kasih lembar jawaban, berarti ada 3 mahasiswa yang lembar jawabannya dicontekkan gitu aja. Dan 3 mahasiswa yang lembar jawabannya dicontekkan itu gue rasa mereka mendapat jawaban dari hasil usahanya untuk memahami materi, bukan sembarangan menjawab.
- Saat ujian, gue beberapa kali ngasih tau temen gue yang dapet contekkan dari pengawas. Berarti bukan masalah gue gak mau berbagi jawaban, tapi cara pengawas itu memperlakukan lembar jawaban gue yang seenaknya yang bikin gue kesel.
- Waktu ujian telah ditentukan oleh kampus. Itu berarti selesai atau nggak, saat waktu habis, jawaban wajib dikumpulkan. Lalu kenapa si kampret itu berargumen bahwa tindakannya membagi-bagikan lembar jawaban adalah untuk mempermudah mahasiswa yang males belajar?!
Ketika pengawas itu lagi asyik ngasih lembar jawaban gue, mata gue nggak terlepas dari muka dia. Gue pelototin. Gue perhatikan terus gerak-gerik dia. Lalu gue berpikir untuk menanyakan nama dia, gue merencanakan untuk bertanya “Nama bapak siapa ya? Kelakuan Bapak barusan harusnya diketahui panitia UTS bahkan Dekan dan Rektor”.
Gue nunggu momen yang tepat, yaitu ketika semua mahasiswa keluar kelas dan hanya menyisakan gue dan pengawas itu di kelas. Sampai momen itu tiba, gue ciut. Gue malah takut kalo seandainya setelah gue ngomong gitu, pengawas itu malah melakukan sesuatu yang buruk terhadap lembar jawaban gue. Akhirnya gue cuma bisa keluar ruangan terakhir sambil tetap melototin dia, setelah dia bilang “Ayo” sambil tersenyum ke gue. Dan ketika dia naik tangga gue ngomong ke temen gue dengan nada tinggi “Anjir, pengawas tadi kampret!”.
Kenapa sih, gue takut untuk menegakkan keadilan ketika konsekuensinya adalah kerugian bagi gue?! Ah fuck!
0 Komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan baca sampai kalimat ini. Silahkan kembali lagi jika berkenan.